



Nur Alam pernah mengajukan peninjauan kembali (PK) sebanyak dua kali, yang keduanya ditolak oleh Mahkamah Agung. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,781 miliar dan dicabut hak politiknya selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani hukumannya.
Pidana pengganti itu diperhitungkan dengan harga satu bidang tanah dan bangunan di Kompleks Premier Estate Kavling 1 No 9, Cipayung, yang sudah disita. Nur Alam dinilai terbukti bersalah dalam dua dakwaan.
Dakwaan pertama, Nur Alam, sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018, bersama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas ESDM Provinsi Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi memberikan persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB), sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,5 triliun.
Dakwaan kedua, Nur Alam terbukti menerima gratifikasi sebesar 4,499 juta dolar AS atau senilai Rp40,268 miliar. Uang itu diterima sebesar 2,499 juta dolar AS pada September-Oktober 2010, yang ditempatkan di rekening AXA Mandiri Financial Service dari rekening Chinatrust Commericial Bank Hongkong atas nama Richcorp International Ltd. (Antara/ded)

