



“Ini karena masyarakat menjadi lebih punya banyak waktu di rumah dan mencari cara yang paling memungkinkan untuk mengakses hal yang mereka sukai dan memenuhi afirmasi diri,” kata Devi.
“Di sisi lain, antusiasme terhadap fandom juga mengingatkan tentang berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang telah mengakar di ASEAN dan sulit atau tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat umum,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Devi mengatakan komunitas fandom di ASEAN merupakan bentuk “masyarakat ideal” (utopia) dimana semua anggota sama sejajar – tidak ada hirarki, berkomunikasi dengan bebas, tidak memandang usia, jenis kelamin, kebangsaan, atau status ekonomi dan sosial.
Selain kesetaraan, komunitas fandom ASEAN memiliki kreativitas – bekerja sama untuk merencanakan sesuatu untuk bersenang-senang bersama; sebagai keluarga kedua – saling percaya dan dapat membantu satu sama lain; dan memiliki kekuatan kelompok – memanfaatkan kekuatan bersama untuk memberikan pengaruh terhadap kepentingan fandom dan masyarakat, merasakan sensasi nyata membuat perbedaan di dunia. HALAMAN SELANJUTNYA>>

