




“Program ini adalah program pro rakyat yang diperintahkan langsung oleh Bapak Presiden. Selama ini pengelolaan minyak didominasi perusahaan besar, sekarang kita ingin masyarakat daerah menjadi tuan di negerinya sendiri,” tegas Bahlil.
Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku bagi sumur minyak lama yang sudah ada, termasuk yang dibor sebelum kemerdekaan Indonesia. Pemerintah melarang keras pembukaan umur baru di luar ketentuan, karena hal tersebut dapat menimbulkan persoalan hukum.
Bahlil menambahkan bahwa pengelolaan sumur rakyat nantinya akan dilakukan oleh entitas lokal seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, atau pelaku UMKM. Pemerintah daerah akan memegang peran penting dalam proses rekomendasi dan verifikasi legalisasi.
Lebih lanjut, Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di sekitar wilayah operasi diwajibkan membeli hasil minyak mentah dari sumur rakyat dengan harga transparan sebesar 80 persen dari Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP).
Wagub Sumsel H. Cik Ujang menyambut baik langkah tersebut dan menegaskan kesiapan Pemprov Sumsel untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini. Menurutnya, Sumsel memiliki banyak sumur minyak rakyat yang potensinya dapat dikelola secara legal dan produktif.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah pusat. Legalisasi ini bukan hanya soal hukum, tapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat di sekitar sumur minyak,” ujar Cik Ujang.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap terwujud keseimbangan antara aspek legalitas, kesejahteraan, dan keberlanjutan lingkungan. Program legalisasi sumur minyak rakyat menjadi langkah nyata menuju kemandirian energi nasional yang inklusif dan berkeadilan. (rob)








