




Dikatakannya, usai janjian bertemu dengan Arie Martharedo selanjutnya dirinya dengan mengendarai mobil seorang diri berangkat dari Banyuasin menuju Palembang.
“Tiba di Palembang saya langsung menelpon Arie Martharedo yang kemudian kami janjian bertemu di pinggir jalan dekat masjid yang ada di DPRD Sumsel. Setiba di lokasi saya turun dari mobil dan langsung bertemu Arie Marataerdo. Selanjutnya Arie menyerahkan tiga proposal Pokir Anita kepada saya. Untuk tiga proposal tersebut lalu saya serahkan kepada atasan saya Ardi Arfani selaku Kadis PUPR Banyuasin yang menjabat saat itu,” terangnya.
Terdakwa Apriansyah mengaku setelah menyerahkan tiga proposal Pokir Anita ke Ardi Arfani dirinya tidak mengetahui prosesnya lagi. Sebab ketika proses lelang, tanda tangan kontrak pekerjaan dan pembentukan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) untuk Kepala Dinas PUPR Banyuasin masih dijabat Ardi Arfani.
“Kemudian disaat saya menjadi Kepala Dinas PUPR Banyuasin menggantikan Ardi Arfani yang pensiun, ketika itu Arie Martharedo bersama sepupunya Erwan Herli datang ke rumah untuk memperkenalkan Wisnu Andrio Fatra alias Rio (terdakwa kontraktor). Saat itu Wisnu didampingi temannya Evan. Dalam pertemuan itu Wisnu Andrio Fatra alias Rio menyampaikan kalau dia kontraktor di Pagaralam dan mau ‘main’ di Banyuasin. Terkait kata ‘main’ ini saya menangkapnya mau jadi kontraktor di Banyuasin. Di pertemuan itu saya sampaikan silahkan saja asal kualifikasinya bagus. Karena mereka datang sekaligus silaturahmi maka pertemuan itu tidak lama, hanya sebentar,” papar terdakwa Apriansyah.
Dalam persidangan terdakwa Apriansyah juga mengaku kalau terdakwa Arie Martharedo Kabag Humas dan Protokol DPRD Sumsel juga memintanya untuk memperkenalkan ULP lelang dan orang-orang Dinas PUPR Banyuasin.
“Awalnya Arie Martharedo minta dikenalkan dengan pihak ULP sehingga kami melakukan pertemuan di rumah makan Gardenta di Km 5 Palembang. Tidak lama kemudian datang juga ke lokasi Wisnu Andrio Fatra alias Rio (terdakwa kontraktor) dan rombongannya. Pertemuan itu hanya perkenalan saja yang kemudian saya pulang duluan. Tak lama kemudian Arie Martharedo kembali minta dikenalkan dengan orang-orang di Dinas PUPR. Terkait hal itu saya sampaikan kepada teman-teman kalau ada Ajudan Ibu Anita mau kenalan. Selanjutnya saya bersama teman-teman di PUPR diantaranya ada juga PPK bertemu dengan Arie di rumah makan Gardenta di Km 5 Palembang. Kemudian datang Wisnu Andrio Fatra alias Rio dan dia mengenalkan diri kalau kontaktor yang sering melakukan pekerjaan proyek pemerintah. Jadi kami bertemu hanya kenalan, makan-makan dan ngobrol kosong,” ungkap terdakwa Apriansyah.
Lanjutnya, setelah pekerjaan proyek Pokir dikerjakan tiba-tiba terdakwa Wisnu Andrio Fatra alias Rio datang ke kantornya untuk menagih pembayaran tiga proyek pekerjaan yang sudah 100 persen dikerjakan, yakni pembangunan dua jalan cor dan pembangunan drainase.
“Dikarenakan dari laporan Andi Wijaya selaku PPK kepada saya bahwa untuk pekerjaan pembangunan kantor lurah belum selesai sementara sebulan lagi mau habis waktu kontraknya, maka saya sampaikan kepada Wisnu Andrio Fatra alias Rio karena anggarannya dari Bangub kalau ada pekerjaan belum selesai tidak bisa dibayarkan. Tapi saat itu Andi Wijaya selaku PPK menyampaikan kendala Wisnu Andrio Fatra alias Rio yakni habis modal untuk membayar gaji pekerja. Kemudian Wisnu Andrio Fatra alias Rio mengatakan ke saya jika dirinya masih dipercaya maka pekerjaan pembangunan kantor lurah akan diselesaikan. Dikarenakan ketika itu saya mau rapat di Pemkab Banyuasin maka keduanya saya tinggalkan, lalu saya pergi,” jelas terdakwa dalam ruang sidang.
Di persidangan Hakim Iskandar Harun SH MH mengajukan pertanyaan apakah terdakwa Apriansyah menerima fee dalam perkara tersebut.
“Saudara menerima fee tidak?,” tegas Hakim mengajukan pertanyaan.
Dijawab terdakwa Apriansyah jika dirinya tidak menerima uang fee.
“Saya tidak menerima apapun. Hanya saja saat itu para PPK menghadap saya katanya mereka menerima Rp 150 juta dan diminta untuk dikembalikan. Karena uang yang dikumpulkan PPK baru Rp 100 juta maka mereka meminta saya untuk menambahinya. Karena didesak, akhirnya saya menambahi uang yang Rp 50 juta. Para PPK ini mengaku kalau uang itu dikembalikan ke Kejari Banyuasin, namun saya tidak tahu apakah uangnya dikembalikan atau tidak. Sebab para PPK tidak lagi melapor ke saya dan tidak ada tanda terimanya,” pungkas terdakwa Apriansyah. (ded)







