



“Ada disuruh berbohong?” tanya Adardam.
“Tidak,” jawab Yudhi.
Dalam dakwaan, Adi Wibowo disebut bersama-sama dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kemendagri Dudy Jocom melakukan pengaturan dalam proses lelang untuk memenangkan PT Waskita Karya (Persero), mengalihkan sebagian pekerjaan kepada pihak lain (perusahaan subkontraktor) tanpa izin tertulis PPK.
Selain itu, mengajukan pencairan pembayaran 100 persen, padahal pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan kondisi kemajuan pekerjaan sebenarnya.
Atas perbuatannya, sejumlah pihak diuntungkan, yaitu Dudy Jocom sebesar Rp500 juta, serta memperkaya korporasi (PT Cahaya Teknindo Majumandiri) sebesar Rp80,076 miliar dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. sebesar Rp26,667 miliar.
Dalam perkara tersebut, panitia pengadaan mengusulkan calon pemenang adalah PT Waskita Karya dengan harga penawaran Rp125,686 miliar kepada Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi sekaligus selaku pengguna anggaran (PA).
Selanjutnya Dudy Jocom selaku PPK menunjuk PT Waskita Karya (Persero) menjadi penyedia paket pekerjaan gedung IPDN Gowa senilai Rp125,686 miliar. Padahal, berdasarkan hasil penilaian BPKP seharusnya lelang dinyatakan gagal dan diulang lagi.
Terdakwa Adi Wibowo melalui Tukijo dan Anjar Kuswijanarko juga telah melakukan beberapa perbuatan, yaitu melakukan pengaturan lelang; mengalihkan pelaksanaan sebagian pekerjaan utama ke perusahaan subkontrak tanpa persetujuan tertulis dari PPK; dan mengajukan permohonan pembayaran meski pekerjaan tidak sesuai dengan prestasi kemajuan fisik pekerjaan.
Tukijo juga menyuruh Slamet Sunaryo untuk menyerahkan uang Rp500 juta kepada Dudy Jocom melalui Mulyawan sebagai uang fee.
Adi Wibowo didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Antara/ded)

