




Sebab menurutnya, dugaan kasus korupsi yang dilakukan penyidikan oleh KPK tersebut, yakni terkait kerjasama pengangkutan batu bara yang pengelolaannya dilakukan oleh BUMD.
“Dalam pengelolaan pengangkutan batu bara ini kan ada pembagian fee dan setoran resmi yang harus diterima pemerintah, untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), dan juga ada untuk BUMD yang mengelola pengangkutan batu bara. Tentunya pembagian-pembagian ini ada persentasenya. Dari itu KPK dalam pemeriksaan kepada pihak swasta bisa saja mempertanyakan terkait pembagian fee dan setoran resmi tersebut,” ungkapnya.
Masih dikatakan Dr H Ruben Achmad SH MH, jika permainan pembagian fee dan setoran resmi untuk pemerintah memang merupakan salah satu modus dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi.
“Untuk itu saya kira dalam dugaan kasus tersebut ada yang tidak transparan dalam pembagian fee dan setoran resmi yang harusnya diterima oleh pemerintah, sehingga KPK memeriksa saksi dari pihak swasta,” ujarnya.
Lanjutnya, dengan tidak transparannya dalam pembagian fee dan setoran resmi inilah yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara.
“Sebab, pemerintah yang harusnya menerima bagian resmi sekian persen namun karena tidak transparan ternyata pembagian fee dan setoran resmi untuk pemerintah ini tidak sesuai, sehingga negera rugi,” tandasnya.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri sebelumnya telah menegaskan, dalam penyidikan dugaan kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam kerjasama pengangkutan batu bara oleh salah satu BUMD milik Pemprov Sumsel tersebut KPK sudah menetapkan tersangkanya.
Menurutnya, namun untuk konstruksi hukum pihak-pihak yang sudah ditetapkan tersangka akan disampaikan KPK disaat dilakukan penahanan terhadap para tersangka tersebut. HALAMAN SELANJUTNYA>>







