



“Pekerjaan proyek tersebut dilakukan swakelola menggunakan belanja langsung yang seharusnya pekerjaannya dilakukan lelang. Sebab, untuk anggaran pengadaan di atas Rp 500 juta mesti dilakukan lelang terbuka yang diikuti oleh para rekanan. Selain itu pada proyek tersebut juga terdapat pemotongan upah pekerjaan terkait pemasangan manual boring pipa 63 mm, 90 mm, 125 mm 63 dan 125 mm, pemotongan upah pemasangan pekerjaan box beton, penyambungan pipa MDPE dan penyambungan pipa MDPE elektrifusion & buttfusion,” jelasnya.
Dalam perkara tersebut, sambung JPU, perbuatan keempat terdakwa didakwa melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana,” tandas JPU.
Atas dakwaan JPU tersebut, dari empat terdakwa hanya tiga terdakwa yang mengajukan ekspedisi, mereka yakni; terdakwa Ahmad Nopan, Antony Rais dan Rubinsi. Sedangkan untuk terdakwa Sumirin T Tjinto tidak mengajukan eksepsi.
“Sidang kita tutup dan akan dibuka kembali pada Jumat 6 September 2024 dengan agenda eksepsi,” tandas Ketua Majelis Hakim Pitriadi SH MH. (pah/ded)

