




Masih kata Feri, adanya keterlibatan mafia tanah yang terorganisir terlihat dari proses awal ketika pengalihan status lahan yang diduga milik negara dengan tujuan agar lahan bisa diganti rugi buat pembangunan kolam retensi simpang bandara Palembang.
“Lokasi lahan yang diganti rugi ini kan diduga lahan milik negara yakni rawa konservasi. Kemudian agar lahan bisa diganti rugi maka diterbitkan sertifikat tanah perorangan. Selain itu juga ada permainan dengan menaikan harga tanah disaat dilakukan penilaian terhadap lahan tersebut. Jadi prosesnya sejak awal memang sudah direncanakan oleh mafia tanah. Makanya Polda Sumsel harus mengungkap mafia tanah dalam perkara ini,” papar Feri.
Menurut Feri, pada proses penyidikan Polda Sumsel juga diharapkan dapat mengungkap soal aliran uang dalam dugaan kasus korupsi tersebut.
“Aliran uang di perkara ini yakni terkait bagi-bagi uang negara dari hasil ganti rugi lahan yang di dalam prosesnya terdapat mark up nilai tanah yang diganti rugi menggunakan uang dari APBD. Untuk itu K-MAKI meminta agar para penerima aliran uang diungkap dan ditersangkakan,” harap Feri.
Feri juga mempertanyakan peran dari pihak pemerintah daerah yang memberikan uang negara untuk ganti rugi lahan.
“Sudah tahu kalau lahan yang diganti rugi diduga lahan milik negara tapi mengapa masih saja pemerintah daerah menganggarkan dan memberikan uang untuk membayar ganti rugi. Bahkan dengan adanya pembayaran ganti rugi ini menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara, yang mana dari hasil audit BPKP jumlahnya mencapai Rp 39,8 miliar,” jelasnya. HALAMAN SELANJUTNYA>>








