




Selain sektor pajak, Gubernur juga menyoroti perlunya reformasi dalam pengelolaan BUMD.
“BUMD harus menjadi penggerak ekonomi yang nyata, bukan sekadar simbol. Kita ingin BUMD memberi dividen dan membuka lapangan kerja,” katanya.
Ia juga meminta agar seluruh aparat pengawas, mulai dari APIP hingga Inspektorat, aktif mendeteksi potensi kebocoran sejak dini. Transparansi dan akuntabilitas disebut sebagai kunci agar keuangan daerah tetap sehat di tengah keterbatasan anggaran.
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sumsel, Rahmadi Murwanto, menuturkan bahwa pemangkasan ini merupakan bagian dari kebijakan nasional untuk menekan defisit APBN 2026 yang mencapai Rp269 triliun. Ia menyebut bahwa daerah masih bisa mendapatkan dukungan pembangunan dengan strategi proaktif mengajukan program ke kementerian teknis.
Rahmadi menjelaskan bahwa beberapa pos anggaran terpangkas cukup dalam, di antaranya DBH sebesar -71,7 persen dan DAK Fisik -83,6 persen. Namun, DAK Nonfisik justru meningkat 2,6 persen, yang dapat dimanfaatkan untuk program pendidikan dan kesehatan daerah.
Herman Deru menegaskan, pemerintah provinsi siap membantu kabupaten/kota dalam memetakan potensi pendapatan dan mengarahkan sumber daya secara efisien.
“Kita harus bekerja cepat, efektif, dan penuh tanggung jawab,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya komunikasi vertikal antara pemerintah daerah dan pusat agar kebutuhan pembangunan di Sumsel tetap mendapat perhatian. Strategi kolaboratif menjadi jawaban atas keterbatasan fiskal yang kini dihadapi.
Rakor tersebut diakhiri dengan komitmen bersama antara Pemerintah Provinsi dan seluruh kepala daerah untuk menjaga kesinambungan pembangunan Sumsel. Dalam kondisi sesulit apapun, Herman Deru menegaskan bahwa pelayanan publik dan pembangunan masyarakat tidak boleh terhenti. (rob)








