




Dari itu, sambung Feri, fakta-fakta yang sudah terungkap ini mesti segera ditindaklanjuti oleh KPK dengan memproses para pihak yang terbukti terlibat dalam perkara tersebut.
“Sebab, dengan adanya pertemuan-pertemuan inilah menjadi pemicu adanya komitmen pemberian fee proyek. Dari itulah para pihak yang hadir dalam pertemuan-pertemuan tersebut harus tanggung jawab,” papar Feri.
Lebih jauh dikatakannya jika sejak awal K-MAKI menilai bahwa penetapan enam tersangka oleh KPK yang para tersangka sudah menjadi terdakwa di persidangan merupakan pintu untuk mengungkap pihak-pihak lainnya yang terlibat.
“Makanya K-MAKI meminta KPK agar dalam waktu dekat ini memproses pihak-pihak lainnya yang terlibat di perkara dugaan korupsi proyek Pokir terkait fee untuk pengesahan APBD tahun anggaran 2025 ini,” pungkas Feri.
Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Hamisena sebelumnya menegaskan, dari fakta sidang dugaan korupsi proyek Pokir DPRD OKU pada pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR OKU tahun 2024-2025 terkait fee untuk pengesahan atau ketok palu APBD OKU tahun anggaran 2025 mengungkap adanya pertemuan antara Pj Bupati OKU saat itu dengan pihak dari perwakilan DPRD di Rumah Dinas Bupati atau Pendopo Kabupaten OKU hingga ada kesepakatan fee untuk ketok palu APBD.
Hal itu dikatakan JPU KPK, Dian Hamisena terkait enam terdakwa dalam perkara tersebut yang kini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang. Adapun enam terdakwa tersebut yaitu Kepala Dinas PUPR OKU, tiga anggota DPRD OKU serta dua terdakwa pihak swasta selaku pemberi fee.
“Fakta persidangan dalam perkara ini ada pertemuan Pj Bupati OKU saat itu dengan anggota DPRD OKU di Rumah Dinas Bupati atau Pendopo Kabupaten OKU. Dari pertemuan ada kesepakatan fee. Dimana kesepakatan fee ini dikarenakan proses pembahasan APBD waktunya mepet makanya konsekuensinya fee ketuk palu. Sebab kalau APBD tidak disetujui repot juga makanya itu solusinya. Namun fakta-fakta tersebut tetap akan kami gali lagi disidang terdakwa Kadis PUPR OKU serta tiga anggota DPRD OKU,” tegas JPU KPK, Dian Hamisena.
Dijelaskannya, dari fakta persidangan juga telah mengungkap bahwa pemberian fee tujuan akhirnya adalah disetujuinya APBD OKU tahun anggaran 2025 dalam rapat paripurna di DPRD OKU.
“Jadi tujuan akhir dari komitmen fee untuk ketuk palu, tapi pakai mekanisme Pokir,” ujar JPU KPK.
Dilanjutkannya jika di persidangan terdakwa Kadis PUPR OKU serta tiga anggota DPRD OKU kedepannya pihaknya akan menghadirkan mantan Pj Bupati OKU dan Bupati OKU terpilih sebagai saksi.
“Keduanya nanti kita hadirkan sebagai saksi di persidangan,” tandas JPU KPK, Dian Hamisena.
Sebelumnya dalam sidang JPU KPK mengatakan, perkara ini bermula pada 13 Januari 2025 terdakwa Kadis PUPR OKU berkomunikasi dengan Kepala BPKAD OKU agar menghubungi pihak DPRD OKU dalam rangka meminta dukungan untuk pengesahan APBD OKU 2025.
“Selanjutnya dilakukan pertemuan di Rumah Dinas Bupati atau Pendopo Kabupaten OKU antara pihak DPRD OKU dengan Pemerintah Kabupaten OKU diwakili oleh Pj Bupati OKU dan Kepala BPKAD OKU. Dalam pertemuan ini para pihak dari DPRD menyampaikan usulan paket pekerjaan Pokir untuk dimasukkan dalam RAPBD OKU 2025 yang nilainya disamakan dengan Pokir tahun 2024 yakni Rp 45 miliar dan dianggarkan pada Dinas PUPR. Atas permohonan pokir tersebut Pj Bupati OKU menyampaikan bahwa dana Pokir akan diberikan dengan cara berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu anggota DPRD akan mendapatkan uang komitmen fee ketok palu pengesahan APBD 2025 dengan besarannya akan diambil dari bagian nilai proyek fisik yang terdapat pada Dinas PUPR OKU sebagai kompensasi dana Pokir DPRD yang tidak memungkinkan diakomodir dalam RAPBD OKU 2025,” sebut JPU KPK dalam persidangan.
Menurut JPU KPK, di perkara ini juga ada pertemuan di salah satu hotel di Baturaja dimana terdakwa Kadis PUPR OKU
dan saksi Kepala BPKAD OKU meminta seluruh anggota DPRD hadir dalam rapat paripurna agar APBD tahun 2025 diketok palu hingga ada komitmen fee untuk anggota DPRD OKU.
“Kemudian pada 11 Maret 2025 bertempat di ruang kerja Asisten I Kantor Bupati OKU, dua terdakwa dari pihak DPRD OKU menemui Kepala BPKAD OKU yang saat itu sedang bersama Bupati OKU terpilih. Kemudian terdakwa dari pihak DPRD menyampaikan permintaan bantuan pencairan uang muka paket pekerjaan Pokir DPRD yang dikerjakan kontraktor.
Selanjutnya Bupati OKU terpilih memerintahkan agar Kepala BPKAD OKU segera memproses pembayarannya. Selanjutnya pada 12 Maret 2025 terdakwa Kadis PUPR meminta terdakwa pihak kontraktor untuk segera menyerahkan uang fee 22 persen dari pekerjaan Proyek Pokir, yang terdiri dari; fee 20 persen untuk DPRD OKU dan fee 2 persen untuk Dinas PUPR OKU. Dimana fee tersebut dalam rangka untuk pengesahan APBD OKU tahun 2025,” tandas JPU KPK. (ded)







