




“Itu kan hutang tahun 2024 mengapa dibayar pakai anggaran tahun 2025, mata anggarannya dari mana? Sebab kalau salah penggunaan anggaran maka itu perbuatan melawan hukum,” tegas JPU KPK.
Dijawab Teddy, dirinya tidak mengetahui teknis soal mata anggaran dalam proses pencairan untuk pembayaran hutang kepada sejumlah kontraktor tersebut.
“Sebab teknisnya ada pada Kepala BPKAD OKU Setiawan. Namun memang saya pernah menyampaikan kepada Setiawan kalau ada anggaran ada prioritaskan membayar hutang, itu saja” kata saksi.
Selanjutnya JPU KPK mencecar saksi Teddy terkait apakah saksi tahu jika anggaran yang dicairkan untuk membayar hutang kontraktor tersebut ternyata digunakan untuk fee proyek Pokir DPRD OKU.
“Saksi tahu tidak kalau uang itu digunakan untuk kepentingan DPRD OKU, yakni buat fee proyek Pokir?,” tegas JPU kembali bertanya kepada saksi di persidangan.
Dijelaskan Teddy Meilwansyah, saat OTT KPK terjadi dan dirinya diperiksa sebagai saksi barulah dirinya mengetahui bahwa anggaran yang dicairkan oleh Kepala BPKAD OKU Setiawan untuk membayar hutang kepada kontraktor tersebut ternyata digunakan untuk fee proyek Pokir DPRD OKU.
“Jadi setelahnya saya baru tahu kalau anggaran itu dicairkan Kepala BPKAD OKU untuk kepentingan fee proyek Pokir DPRD OKU. Terkait fee tersebut, katanya diserahkan kepada tiga anggota DPRD OKU yang diamankan KPK saat OTT. Akan tetapi saya tidak mengetahui juga apakah uangnya sudah diterima atau belum oleh mereka,” jelas Teddy.
JPU KPK kembali mencecar saksi Teddy Meilwansyah terkait pertemuan antara perwakilan pihak DPRD OKU di Ruang Asisten I Pemkab OKU.
“Dalam pertemuan tersebut ada saksi selaku Bupati OKU terpilih, kemudian ada Kepala BPKAD OKU Setiawan serta ada dua anggota DPRD OKU yang salah satunya M Fahrudin. Coba saksi jelaskan apakah pertemuan ini tentang DPRD meminta agar fee proyek Pokir segera dicairkan, ataukah pertemuan tentang apa?,” ujar JPU KPK. HALAMAN SELANJUTNYA>>







