




“Nopriansyah mulanya menanyakan fee, saya bilang kalau berkasnya belum ditandatangani Kepala BPKAD OKU. Terkait hal itu Nopriansyah menyuruh saya menemui Setiawan (Kapala BPKAD OKU). Selain itu Ahmat Thoha alias Anang juga menyuruh saya menemui Setiawan. Setiba di BPKAD OKU kemudian saya bertemu dengan Setiawan dan menyampaikan kalau saya disuruh oleh Nopriansyah dan Ahmat Thoha alias Anang meminta agar uang muka pekerjaan proyek dicairkan,” terangnya.
Masih dikatakannya, dalam pertemuan itu Setiawan Kapala BPKAD OKU bertanya kepadanya soal berkas syarat-syarat untuk proses pencairan.
“Kata Setiawan kalau berkas syarat-syaratnya lengkap diproses, sehingga saya menyerahkan semua berkasnya. Selanjutnya Setiawan meminta stafnya memeriksa semua berkas yang saya serahkan,” terangnya.
Tak lama kemudian, lanjut M Fauzi alias Pablo, dirinya melihat Setiawan Kapala BPKAD OKU melakukan disposisi, yakni menandatangani berkas proses pencairan yang dimintanya.
“Jadi stafnya dulu memeriksa berkas, setelah itu barulah Setiawan melakukan disposisi yakni menandatangani berkas proses pencairan. Beberapa hari kemudian uang muka pekerjaan proyek cair yaitu dibayarkan oleh Pemkab OKU,” paparnya.
Lebih jauh dikatakan M Fauzi alias Pablo, setelah Pemkab OKU membayarkan unag muka pekerjaan proyek Pokir barulah terdakwa Nopriansyah menelpon meminta agar uang fee 20 persen untuk DPRD OKU diserahkan.
“Terkait hal tersebut saya sampaikan kepada Ahmat Thoha alias Anang. Sebab, empat proyek di perkara ini kan adalah miliknya. Ketika itu Ahmat Thoha alias Anang menyampaikan dikarenakan uang muka yang dibayarakan Pemkab OKU usai Setiawan Kapala BPKAD OKU melakukan disposisi berkas pencairan hanya Rp 10 miliar, makanya uang fee yang diberikan ke Nopriansyah sebesar Rp 2,2 miliar,” tandasnya. (ded)







