Kejagung Dalami Dugaan Keterlibatan Bank Lain di Kasus Korupsi Sritex







“Salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Fitch dan Moodys disampaikan bahwa PT Sritex Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi,” katanya.

Seharusnya, ujar Qohar, kredit diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A. Maka dari itu, pemberian kredit tersebut pun bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur (SOP) bank serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus terkait penerapan prinsip kehati-hatian.

Lebih lanjut Qohar mengungkapkan bahwa dana kredit dari kedua bank tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh tersangka ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sritex Tbk Tahun 2005-2022.

Pemberian kredit tersebut, kata dia, sejatinya ditujukan untuk modal kerja. Akan tetapi, oleh ISL disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif. Kredit yang diberikan oleh PT BJB Dan PT Bank DKI pun saat ini macet dengan status kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil.

Pada akhirnya, PT Sritex Tbk dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Akibat adanya perbuatan melawan hukum tersebut, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp692.987.592.188,00 dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.

Adapun ketiga tersangka dijerat dengan Pasal ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Antara/ded)



About Admin JejakNegeriku.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!