



Lebih jauh dikatakannya, jika K-MAKI Sumsel juga mempertanyakan apa dasar
BPN melakukan perubahan status lahan dari hak pakai menjadi HGU untuk investor.
“Mestinya BPN meminta dulu ke Pemprov terkait perubahan status tanah cagar budaya yang merupakan aset negara ini, artinya BPN menerbitkan SK Sertifikat yang diduga tanpa dasar hukum,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Feri, K-MAKI Sumsel juga mempertanyakan mengapa dalam penyidikan perkara dugaan kasus korupsi Pasar Cinde tersebut tidak ada satupun pihak DPRD yang dimintai keterangan oleh Kejati Sumsel.
“Sebab, BOT ini terjadi karena adanya persetujuan dari DPRD. Bahkan dengan BOT disetujui oleh DPRD maka ada pembongkaran Pasar Cinde. Mestinya saat itu DPRD berkoordinasi dengan pihak terkait yakni dari kementerian dan pihak cagar budaya sehingga BOT tidak terlaksana.
Oleh karena itulah dengan ini K-MAKI meminta agar Kejati Sumsel memeriksa pihak DPRD,” pungkasnya.
Terpisah , Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH mengatakan, jika perkara dugaan kasus korupsi terkait Pasar Cinde sudah tahap penyidikan.
“Dalam penyidikan perkara ini sejumlah saksi akan dilakukan pemeriksaan. Bahkan sebelumnya sejumlah saksi juga telah dilakukan pemeriksaan dalam rangka pendalaman alat bukti,” tandasnya. (ded)

