



“Atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP,” jelasnya.
Dipaparkan JPU, dalam perkara ini awalnya terdakwa Sarimuda yang kala itu Direktur Utama PT SMS melakukan kerjasama dengan PT KAI untuk pengangkutan batu bara.
“Kerjasama tersebut dimulai pada 18 Mei 2020. Dimana dalam kegiatan kerjasama tersebut terdapat pihak perusahaan-perusahaan swasta pemilik batu bara yang memiliki pemegang izin usaha pertambangan menggunakan jasa mengangkut batu bara dengan biaya pengangkutan dihitung per metrik ton,” ujarnya.
Masih kata JPU KPK, dari kegiatan kerjasama tersebut ada pembayaran dari pihak perusahaan swasta yang tidak disetorkan oleh terdakwa ke PT SMS melainkan dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi terdakwa.
“Kemudian terdakwa selaku Dirut PT SMS juga membuat invoice fiktif hingga PT SMS mencairkan uang dengan total senilai Rp 8,2 miliar lebih menggunakan cek. Uang yang dicairkan berdasarkan invoice fiktif tersebut diterima terdakwa secara bertahap, bahkan ada juga yang diterima oleh istri terdakwa,” paparnya.
Lanjut JPU KPK, dalam perkara ini terdakwa juga memerintahkan stafnya untuk mencairkan uang dari PT SMS buat pembayaran pekerjaan di luar tanggung jawab PT SMS. HALAMAN SELANJUTNYA>>

