



“Jadi Alex Noerdin mulanya memerintahkan agar pengelolaan gas Jambi Merang sebesar 15 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet Per Day) diserahkan kepada Muddai Madang,” ujarnya.
Menurutnya, selanjutnya Alex Nordin selaku gubernur menerbitkan Izin Prinsip menyetujui usulan mengadakan joint venture antara BUMD PDPDE Sumsel dengan perusahaan milik Muddai Madang, yakni PT DKLN membentuk perusahaan patungan yaitu PT PDPDE Gas.
“Alex Noerdin juga menyetujui komposisi pembagian saham antara PT DKLN dan PDPDE Sumsel, terdiri dari; saham PT DKLN 85% dan saham PDPDE Sumsel 15%. Pembagian saham ini dilakukan tanpa adanya kajian, perhitungan, dan analisis serta tanpa adanya pertimbangan dari Badan Pengawas Perusahaan Daerah Provinsi Sumsel,” tegas JPU.
Lebih jauh dikatakannya, namun dalam pengelolaan gas tersebut terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
“Dimana dalam perkara PDPDE Sumsel ini perbuatan terdakwa Alex Noerdin bersama tiga terdakwa lainnya, yakni Muddai Madang, Caca Isa Saleh Sadikin dan terdakwa A Yaniarsyah Hasan telah mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp 2,1 miliar dan 30 juta lebih dolar Amerika,” papar JPU.
Kemudian untuk di perkara Masjid Sriwijaya, lanjut JPU, terdakwa Alex Noerdin memberikan dana hibah tahun 2015 sebesar Rp 50 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp 80 miliar kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya dengan tidak sesuai dengan ketentuan. Sebab dana hibah diberikan untuk pembangunan masjid di atas tanah yang belum clean and clear, dana hibah diberikan tanpa ada proposal hingga terdakwa menyetujui pemberian dana hibah tanpa adanya NPHD terlebih dahulu. Selain itu, terdakwa memberikan dana hibah tahun 2017 tanpa lebih dulu adanya pertannggungjawaban dana hibah yang telah diberikan pada tahan 2015. HALAMAN SELANJUTNYA>>

