Hypefast: Merek Kecantikan Lokal Alami Fenomena “Local Brand Winter”







Sedangkan, brand-brand lokal pada umumnya hanya memiliki kemampuan untuk melakukan 10 persen

Agresifnya pemasaran yang disesuaikan dengan konsumen Indonesia menyebabkan begitu banyak merek lokal kesulitan dalam mengejar pertumbuhan yang sehat, memenangkan konsumen dan meningkatkan penjualan.

“Padahal untuk bisa berkompetisi dengan brand dari Tiongkok yang habis-habisan dalam pemasaran dan produk, dibutuhkan modal yang signifikan. Tanpa hal itu, bukan tidak mungkin, tapi brand lokal harus lebih resilience dalam menyusun strategi,” katanya.

Dalam menghadapi masalah itu, Alkatiri menyebut pemilik dari merek lokal perlu memahami perbedaan antara profit dan cashflow. Pemilik harus memastikan arus kas tetap positif dengan merencanakan pengeluaran secara detail, termasuk dalam hal pembelian inventaris dan pengurangan biaya yang tidak perlu.

Jika pemahaman tentang cashflow masih kurang, sangat disarankan untuk melibatkan ahli keuangan yang dapat membantu mengelola arus keuangan dengan lebih baik.

Kemudian dalam menjalankan bisnis banyak pendiri yang terjebak dalam obsesi mengejar pertumbuhan tanpa mempertimbangkan kesehatan arus keuangan. Mengingat tanpa cashflow yang stabil, pertumbuhan yang cepat justru bisa menjadi bumerang.

Ia juga mengingatkan bahwa menunggu valuasi yang lebih tinggi bisa menjadi keputusan yang berisiko.

“Hypefast mengingatkan bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bersikap idealis terhadap valuasi bisnis. Jika ada investor yang bersedia memberikan pendanaan, sebaiknya kesempatan ini dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan bisnis, memastikan arus kas tetap sehat, dan memberikan ruang bagi brand untuk menyusun strategi pertumbuhan yang lebih efektif,” katanya.(ded)



About Admin JejakNegeriku.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!