




“Ketika itu untuk penerapan E-Katalog di Kabupetan OKU belum siap, sehingga Pak Kadis PUPR OKU Nopriansyah meminta bantuan temannya di Lampung Tengah, yakni Andri Frandustie. Selanjunya saya diminta menghubungi Andri Frandustie, dalam pembicaraan dia (Andri Frandustie) mau membantu dengan syarat meminta fee 0,5 persen dari nilai sembilan proyek. Kemudian Pak Nopriansyah langsung melakukan negosiasi dengan Andri Frandustie hingga disepakati fee tersebut,” paparnya.
Lebih jauh dikatakan saksi M Noviansyah alias Ovi, sebelum berangkat ke Lampung Tengah dirinya kembali menelpon Andri Frandustie dan menyampaikan agar fee yang disepakati dibagi dua dengan para PPK di Dinas PUPR OKU.
“Selain saya ada beberapa PPK lainnya yang juga berangkat ke Lampung Tengah. Dari itulah untuk biaya ongkos dan penginapan saya sampaikan kalau fee tersebut bagi dua dengan para PPK, dan hal tersebut disetujui oleh Andri Frandustie. Dari itulah usai Pak Kadis PUPR OKU Nopriansyah menyerahkan fee Rp 200 juta selanjutnya Andri Frandustie membagi dua uangnya. Dimana Rp 100 juta dibagi-bagi untuk PPK dan sopir. Adapun pembagian dari Rp 100 dari Andri ini, terdiri dari; saya menerima 23 juta, Supriyanto Rp 23 juta, Abdul Kadir Fajaruddin Rp 15 juta, Febri Rp 16, Reza Rp 16 juta, Aziz Rp 2 juta, sopir Rp 1 juta. Untuk penentu besaran pembagian uang dilakukan oleh Supriyanto, yang juga selaku PPK,” terangnya.
Selain itu, lanjut saksi, disaat tanda tangan kontrak pekerjaan proyek di Lampung Tengah terdakwa Kadis PUPR OKU Nopriansyah kembali memberikan fee Rp 35 juta kepada Andri Frandustie.
“Setelah fee Rp 35 juta diserahkan, kemudian uangnya juga dibagi dua oleh Andri Frandustie, yang mana Andri hanya menerima Rp 17 juta lebih,” terangnya. HALAMAN SELANJUTNYA>>








