




Jakarta, JN
Bulan Ramadhan di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, bukan hanya tentang ibadah dan refleksi spiritual, melainkan juga sebuah perayaan kekayaan budaya dan kuliner yang menyehatkan.
Di tengah keragaman keyakinan, meskipun mayoritas penduduknya beragama Kristen, semangat toleransi dan kebersamaan tetap mewarnai setiap sudut kehidupan. Di sini, tradisi berpadu dengan inovasi, menghasilkan hidangan lokal yang kaya gizi dan menjadi solusi alami untuk mencegah berbagai permasalahan kesehatan, termasuk kurang gizi hingga stunting pada anak dan menjaga metabolisme saat beribadah puasa.
Kabupaten Ende dengan luas wilayah 2.091 kilometer persegi dikenal memiliki tanah yang subur dan hasil alam yang melimpah, mulai dari persawahan padi – ladang jagung, kebun ubi, dan perkebunan hortikultura penyedia karbohidrat serta serat alami yang dibutuhkan tubuh. Dari hasil laut seperti ragam ikan segar, hingga ternak ayam petelur, serta olahan kedelai seperti tempe dan tahu, turut menyumbangkan protein dan nutrisi penting lainnya.
Makanan-makanan ini jika diolah sedemikian rupa bukan hanya memanjakan selera, tetapi juga memiliki nilai gizi tinggi yang sangat bermanfaat untuk mendukung kesehatan, terutama saat sahur dan berbuka puasa.
Mungkin belum banyak yang tahu bahwa salah satu primadona kuliner lokal di Ende adalah olahan ubi nuabosi, yang dikenal dengan sebutan uwi ai ndota oleh masyarakat Suku Lio. Ubi ini memiliki daging berwarna putih kekuningan lembut yang kaya akan beta-karoten dan vitamin A. Nutrisi tersebut berperan penting dalam menjaga kesehatan mata dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Begitu pula, pisang lela. Pisang komoditas unggulan Ende dengan nama popular pisang kelimutu—mengandung potassium, vitamin B6, dan serat yang mendukung kesehatan jantung serta pencernaan.
Tak ketinggalan, nasi kacang hitam atau beras merah yang harum dan kaya protein nabati serta zat besi, menjadi menu andalan yang mampu memberikan energi tahan lama dan mendukung proses regenerasi sel. Kombinasi bahan-bahan ini menciptakan harmoni gizi yang ideal untuk mendampingi aktivitas sehari-hari, terutama selama bulan Ramadhan.
Penjelasan dari Maria A. Eka, Kepala Seksi Kesehatan keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Ende itu menegaskan bahwa penggunaan pangan lokal dipadu dengan resep tradisional adalah modal penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi harian dan upaya pencegahan stunting.
Menurut dia, konsumsi makanan tradisional seperti uwi ai ndota, nasi kacang hitam, dan olahan ikan lokal dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan gizi, khususnya untuk anak-anak. Bahan pangan yang tumbuh subur di Ende memberikan nutrisi alami yang mendukung kesehatan fisik sekaligus perkembangan optimal.
Inovasi, resep, dan penghormatan
Salah satu daya tarik kuliner di Ende adalah kreativitas masyarakat dalam mengolah bahan-bahan lokal menjadi hidangan lezat dan bergizi.
Ubi nuabosi diolah bersama ikan pari panggang untuk menghasilkan perpaduan rasa gurih-manis yang kaya lemak sehat, protein, dan karbohidrat. Hidangan bernama uwi ai ndota ne ika soa itu menjadi salah satu warisan turun-temurun dari Suku Lio, yang kini kembali mencuri perhatian sebagai menu andalan, khususnya saat Ramadhan.
Nasi kacang hitam atau juga dari beras merah turut menjadi warisan kuliner dari Suku Lio pegunungan Ende. Bagi yang ingin merasakan kelezatan tersebut di rumah, berikut adalah resep sederhana uwi ai ndota ne ika soa – nasi kacang hitam. HALAMAN SELANJUTNYA>>

