




“Objek yang akan ditetapkan sebagai Cagar Budaya memiliki perlindungan hukum yang sah. Ini berarti ada landasan hukum untuk mencegah tindakan perusakan, pencurian, pemindahan ilegal, atau perubahan yang merusak keasliannya. Tanpa penetapan, objek yang diduga Cagar Budaya memiliki kedudukan yang lemah di mata hukum,” tegasnya.
Selain itu, Kepastian Status dan Kepemilikan, dimana Proses penetapan membantu mengidentifikasi dan mencatat secara resmi status suatu objek, termasuk kepemilikannya. “Ini penting untuk pengelolaan dan upaya pelestarian,” jelasnya.
“Dengan status Cagar Budaya yang jelas, warisan kita lebih mudah dikenal dan diapresiasi di kancah global, bahkan bisa diusulkan menjadi Warisan Dunia UNESCO,” tambahnya.
Sidang dihadiri oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Muba, yang terdiri dari Dr H Iskandar Syahroni MH (Pengarah). Henri SPd MSi (Ketua). Pelita SPd MSi (Sekretaris). Suwandi SH (Anggota). Zulfikar AMd (Anggota). Meilani SPd MPd (Anggota).
Kegiatan ini turut melibatkan tenaga ahli nasional dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) secara virtual, yaitu Dr Wahyu Rizky Andriani SSi MM (Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah), Sondang Siregar SS MSi (Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya).
Selain itu, turut hadir berbagai pihak terkait, di antaranya perwakilan Bappeda, diskominfo, tokoh adat, kepala desa, komunitas budaya, daya desa serta beberapa tokoh masyarakat dari desa-desa lokasi objek cagar budaya.
Melalui sidang ini, diharapkan penetapan cagar budaya dapat menjadi dasar pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan nilai-nilai sejarah dan budaya lokal yang dimiliki oleh Kabupaten Musi Banyuasin secara berkelanjutan. (tri)







