




Terkait lokasi lahan yang diganti rugi ini memang diduga lahan milik negara, sambung Feri, terungkap dari hasil audit BPKP yang menyatakan jika jumlah kerugian keuangan negaranya total loss yakni sebesar Rp 39,8 miliar.
“Hasil audit BPKP yang menyatakan total loss tersebut mengisyaratkan bahwa sertifikat hak milik yang diduga diterbitkan di atas tanah yang diduga milik negara dibatalkan,” ujar Feri.
Masih dikatakannya, pada perkara dugaan kasus korupsi ini juga terdapat dugaan permainan dalam penilaian harga tanah dan dugaan permainan pada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) ganti rugi lahan.
“Sebelum ganti rugi lahan terlebih dahulu dilakukan penilaian terhadap harga tanah yang akan diganti rugi. Namun, dalam prosesnya terdapat adanya dugaan permainan yakni melakukan mark up nilai harga tanahnya. Sedangkan untuk dugaan permainan NJOP terjadi pada saat ganti rugi lahan dilakukan. Dimana pada pelaksanaannya nilainya dinaikan atau tidak sesuai dengan NJOP yang sebenarnya,” papar Feri.
Lebih jauh diungkapkan Feri, dikarenakan uang untuk ganti rugi lahan tersebut menggunakan uang negara, dalam hal ini anggaran dari APBD makanya hal tersebut mengakibatkan kerugian negara terjadi.
“Selain itu K-MAKI menilai pada perkara ini diduga ada permainan disaat penyusunan anggaran. Sebab, menjadi pertanyaannya mengapa sudah tahu kalau lokasi lahan untuk pembuatan kolam retensi ini adalah lahan milik negara tapi masih saja dianggarkan dan dibayar ganti ruginya menggunakan uang negara. Oleh karena itulah pejabat pembuat kebijakan terkait penyusunan dan pemberian anggaran harus tanggung jawab,” papar Feri. HALAMAN SELANJUTNYA>>








