




“Dia dan keluarganya baru sekitar empat bulan terakhir tinggal di sini. Mereka membuka rumah tahfiz, yang dipinjamkan seorang warga dengan jangka waktu selama lima tahun,” ujarnya.
Meskipun mereka hidup bertetangga, namun A sama sekali belum pernah bersosialisasi dengan EK, sebab aktivitas EK lebih banyak di rumah dan sesekali keluar hanya untuk ibadah shalat lima waktu ke masjid.
“Selama ini pribadi EK sangat tertutup. Dia keluar rumah hanya untuk lima waktu ke masjid berjalan kaki. Sudah itu masuk kembali ke rumahnya,” ujarnya.
Adapun rumah tahfiz yang dikelola oleh EK dan istrinya biasanya terlihat ramai. Namun setelah kejadian penangkapan oleh Densus 88, satu per satu santriwatinya dan murid tahfiz di sana meninggalkannya.
“Ada yang dijemput oleh orangtua mereka masing-masing, ada yang pulang sendiri. Tidak tahu kapan mereka akan aktif lagi,” katanya pula. HALAMAN SELANJUTNYA>>







