



Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual DJKI Kemenkumham Razilu menerangkan pada dasarnya semua pihak berhak mengajukan merek dengan tujuan untuk melindungi hak kekayaan intelektual.
Bahkan, sebuah merek yang sudah dibuat oleh pihak pertama kemudian diserahkan ke pihak kedua maka bisa diajukan perlindungan kekayaan intelektualnya ke DJKI Kemenkumham. Hanya saja, hal tersebut harus mendapatkan izin atau persetujuan dari pihak yang membuat atau menyerahkan.
Saat sebuah merek diajukan ke DJKI Kemenkumham, maka terdapat sejumlah tahapan yang harus dilalui. Artinya, bukan serta-merta merek yang diajukan bisa langsung memperoleh perlindungan kekayaan intelektual.
Merek yang diajukan akan diperiksa secara administratif dan substantif oleh pemeriksa di DJKI Kemenkumham. Merek yang ditarik oleh pemohon dianggap tidak memenuhi syarat administratif; sementara jika tidak memenuhi syarat substantif artinya permohonan itu ditolak.
Razilu mengatakan dua tahapan yang juga harus dilalui dalam pengajuan sebuah merek ialah pemeriksaan formalitas dan publikasi. Pada tahap publikasi, DJKI Kemenkumham memberikan ruang kepada siapa saja untuk menyangkal, menggugat, atau melayangkan keberatan atas permohonan merek yang masuk.
Artinya, Pemerintah membuka ruang seluas-luasnya kepada masyarakat yang merasa keberatan atas pengajuan hak kekayaan intelektual sebuah merek. Namun, perlu diingat juga bahwa keberatan yang disampaikan harus disertai pandangan atau argumen secara jelas. Apabila argumen yang disampaikan kuat, maka hal tersebut nantinya bisa menjadi bahan bagi DJKI Kemenkumham untuk melakukan pemeriksaan substantif.
Untuk menentukan suatu merek diterima atau ditolak, para pemeriksa di DJKI mengacu pada Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. HALAMAN SELANJUTNYA>>

