



“Setiba di rumah Augie, saya melihat rumahnya sedang di rehab, jadi saya tidak sampai masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian kepala tukangnya datang ke kantor saya, tapi saya lupa persisnya kapan, kemudian atas inisitaif saya maka saya memberi bantuan rehab rumah itu yang beserannya di bawah Rp 10 juta,” ungkap terdakwa Ahmad Tohir.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumsel, Muhammad Riduan SH MH usai persidangan mengungkapkan, dalam perkara tersebut mulanya rencana penyertaan modal untuk Swarna Dwipa sebesar Rp 100 miliar, akan tetapi pada tahun 2016 jumlah anggaranya diperbaruhi.
“Dengan adanya pembaruhan tersebut maka penyertaan modal Rp 100 miliar tidak jadi, yang jadi hanya Rp 20 miliar dan uangnya cair di tahun 2018. Akan tetapi di tahun 2017 kegiatan pembangunan itu sudah lebih dulu dilaksanakan, dengan pagu anggaran Rp 37,9 miliar. Bahkan pembangunan itu tidak ada persetujuan tertulis dari Badan Pengawas dan Pemprov Sumsel,” paparnya.
Dilanjutkan JPU, jika keterangan kedua terdakwa di persidangan telah menguatkan dakwaan pihaknya selaku Jaksa Penuntut Umum.
“Keterangan kedua terdakwa menguatkan dakwaan kami, karena pembangunan tersebut tidak menggunakan dana peryertaan akan tetapi menggunakan uang dari oprasional hotel,” tandas JPU. (ded)

