




Ia menilai, kondisi ini menghambat pembangunan di daerah penghasil. Sebab, selain menghadapi dampak lingkungan akibat eksploitasi, daerah juga harus menanggung kebutuhan pembangunan dasar.
“Kalimantan Timur contohnya, 51 persen batubara nasional berasal dari sana. Tapi bagi hasilnya hanya beberapa miliar. Ini tidak sebanding dengan kerusakan alam yang mereka tanggung,” ucapnya.
Menurut Cik Ujang, hal serupa juga dialami banyak provinsi lain, termasuk Sumatera Selatan. Karena itu, ia meminta agar pemerintah pusat segera mengevaluasi skema TKD agar lebih proporsional.
“Dari hasil bumi yang 70-80 persen berasal dari daerah, seharusnya pembagiannya tidak hanya 20-30 persen untuk daerah. Ini perlu dikaji ulang supaya pembangunan bisa merata,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar pemerintah pusat dan daerah dapat menemukan formula bersama yang adil.
“Kalau transfer ke daerah lebih besar dan adil, maka pembangunan nasional akan lebih cepat dan merata,” tuturnya. (rob)








